“Hid weekend ini nganggur nggak? Kamping yuk!” Saya mengontak seorang kawan bermain saat kecil dahulu, yang sekarang dia menetap di Pasuruan. Sahabat saya inilah yang menemani saya pertama kali menginjakkan kaki ke luar negeri. Beberapa tahun berlalu, jalan ninja kami sungguh berbeda.
Agak ragu sebenarnya mengajak dia kamping, sebab saya tahu dia sama sekali nggak suka dengan kegiatan outdoor, apalagi naik gunung. “Hayukkk, kemana?” Ternyata dia malah antusias dengan ajakan saya dengan alasan sudah bertahun-tahun kita nggak pernah piknik bareng. “Ke Gunung Tanggung?” Jawab saya. “Tapi aku ngajak temen yak?” Gassssssss budalkan.
Saya harus memastikan ke dia bahwa Gunung Tanggung hanyalah bukit kecil yang nggak susah untuk didaki bahkan untuk pemula sekalipun. Beberapa tahun lalu dia pernah saya bujuk untuk ngetrip ke Kawah Ijen, sepulang dari Kawah Ijen dia benar-benar kapok nggak akan pernah mau naik gunung lagi. Padahal saya sendiri juga belum tahu kondisi jalur Gunung Tanggung seperti apa muehehehehehe. Berdasarkan yang saya baca, dan tanya beberapa teman Instagrammer yang sudah pernah ke sana. Katanya sih hanya butuh 30 menitan untuk sampai puncaknya. Ah enteeeeengggggggg!!!!
Berangkat pukul 4 sore, saya memacu kuda besi butut andalan saya menuju Kota Pasuruan dari Jombang untuk menjemput kawan saya. Sialnya, matras saya modyar melayang hilang di Bundaran Gempol karena lepas dari tali strap ransel. Padahal matras tersebut juga hasil minjem temen yang sudah pensiun mendaki bhuahahaha. Butuh sekitar dua jam sebelum akhirnya saya sampai di area Bugul Kidul daerah dia tinggal. Meski dia bertahun-tahun menetap di Pasuruan, tetapi dia nggak tahu jalanan. Bahkan nama Gunung Tanggung pun dia baru dengar, padahal masih termasuk wilayah Pasuruan. Jiwa mblusuknya benar-benar lenyap. Jadilah kami menuju Gunung Tanggung mengandalkan Google Maps.
Di aplikasi peta sejuta umat, saya ketik “Petilasan Mbah Wali Besi, Mbah Endang Sari” sebagai destinasi. Karena memang lokasinya jadi satu dengan petilasan tokoh yang dimuliakan tersebut. Setelah pasukan sudah lengkap, kami mulai ngegas meninggalkan Kota Pasuruan menuju wilayah Kabupaten. Beruntung rute yang ditampilkan di Google Maps nggak menyesatkan kami, bahkan terhitung mudah. Siapapun yang pernah menggunakan Google Maps pasti pernah disesatkan. Saya sendiri berkali-kali tersesat mengikuti jalur yang ditunjukkan Google Maps. Masuk ke jalanan kecil, masuk perkampungan di luar jalur umum, ke jalan makadam yang rusak parah, dan lain sebagainya. Tetapi bagaimana lagi, hubungan saya dengan Google Maps itu seperti love hate relationship. Benci tapi cinta. Kalau hubunganku dengan dia sudah kandas tak berbekas. Hilihhhh!!!!!
Setelah satu jam perjalanan menyusuri garis biru di layar gawai. Jam 9 malam tepat, kami akhirnya sampai di Dusun Pronojiwo, Desa Blarang, Kecamatan Tutur. Ikuti saja petunjuk dan kalian akan melihat papan petunjuk tempat parkir kendaraan yang berada di rumah warga. Di tempat parkir inilah kami mengisi buku tamu dan membayar tiket masuk. Saya nggak ingat berapa harga tiketnya, yang pasti nggak akan membuat miskin seketika. Jalur pendakian ke puncak berada tepat di samping sebuah warung.
Berhubung saat mendaki pada malam hari, pemandangan sekitar nggak kelihatan. Jarak pandang hanya sebatas satu dua meter saja seusai pendar cahaya senter yang kami bawa. Kami nggak menemukan satu pendaki pun di jalur trekking, ah mungkin di atas puncak sana sudah ramai tenda berdiri. Bukannya sombong, jalur trekkingnya seperti jalan setapak biasa. Jadi enteng banget 🙈 Tetapi dua kawan saya lumayan keringatan dan ngos-ngosan mmppfftt.
Nggak sampai satu jam kami sudah sampai puncak. Seandainya dari bawah saya niat mencatat durasi pendakian, mungkin hanya sekitar 30 menitan totalnya. Gelap gulita dan berkabut tebal, nggak ada siapa-siapa. Apa mungkin karena bukan sebuah gunung yang populer, jadi sepi pendaki. Di puncak nggak ada lahan lapang untuk mendirikan tenda, satu-satunya tempat yang lumayan lega adalah di samping makam. Iya, ada kuburan hiiiiihhhh.
Kawan saya jadi jiper dong, secara dia begitu mudah takut akan hal-hal begituan, nonton film horor saja dia nggak berani. Kalau saya dulu waktu kecil bahkan pernah ngeprank orang dengan sengaja sembunyi di semak-semak gelap depan kuburan di kampung, dan mengagetkan orang yang lewat bhuahahahahahahaha. Kalau sekarang nggak berani ngeprank begituan, kalau yang diprank mati jantungan gimana donnggggg.
Kami terpaksa mendirikan tenda tepat di samping makam, sebab saya lihat nggak ada lahan lapang lagi di sekitar puncak. Dan saya nggak melihat adanya tanda larangan untuk mendirikan tenda di samping makam. Tetap saja nggak etis rasanya kamping di kuburan orang. “Mbah amit nggeh” yang penting sudah pamit sama mbahnya muehehehehe 🤭
Saya nggak menemukan literasi mengenai Mbah Wali Besi yang dimakamkan di atas puncak Gunung Tanggung ini. Ibu-ibu warung yang sempat saya tanya saat turun gunung pun nggak tahu. “Saya bukan asli sini mas, suami saya yang orang sini”. Healahhhhh.
Saya bangun pagi bahkan sebelum matahari muncul. Bagi saya suhu udara terkesan sejuk, tidak dingin. Tetapi dua teman saya meringkuk kedinginan. Saya keluar tenda, dan melihat ada satu tenda di bawah. Ternyata di bawah ada lahan yang cukup lapang untuk mendirikan tenda. Ya maklum semalam nggak kelihatan apa-apa dan kabut. Ternyata mereka adalah pemuda lokal Dusun Pronojiwo. “Anggap saja nggak tahu mas, sudah terlanjur” kata mereka saat saya menyesalkan mendirikan tenda di samping makam, padahal ada lahan lapang di bawah.
Matahari terbit yang saya saksikan di Puncak Gunung Tanggung tidak sempurna karena biangnya bersembunyi di balik awan dan kabut lumayan tebal. Begitu cahaya mulai sedikit terang dan kabut perlahan menghilang, pemandangan yang disuguhkan di depan mata sungguh membuat hati bahagia. Gugusan gunung tampak dari kejauhan membentuk komposisi berlapis. Saya melihat Arjuno Welirang dan juga pegunungan Bromo-Semeru.
Ketinggian Gunung Tanggung hanya 1458 mdpl dan butuh sekitar 30 menit untuk sampai puncak. Bisa jadi destinasi alternatif untuk kamping ceria. Karena puncaknya terdapat makam yang disakralkan penduduk setempat, jadi tetap jaga etika saat di puncak. Jangan kuatir kekurangan bekal saat mendaki, ada warung yang buka saat siang hari di jalur trekking. Ada juga sumber mata air pegunungan yang bisa diminum siapa saja. Sumpah, minum air gunung langsung dari sumbernya, rasa dan segarnya mengalahkan semua merek air kemasan di minimarket. Saya bahkan mengisi penuh satu botol untuk bekal perjalanan pulang. Bukan rasa capek naik turun gunung yang saya rasakan saat sampai di rumah. Melainkan rasa capek motoran Jombang-Pasuruan pulang pergi.
40 tanggapan untuk “Reuni di Gunung Tanggung”
Beruntung daerah sana ya, ada perbukitan begitu tapi nggak ramai. Kalau di tempat macam Jogja, ada jalur dikit bisa ramai dijadikan destinasi ahahhahaha. Kayak Puncak Becici dulu itu juga ada petilasannya. Sekarang entah hahahahha
Sama saja sih, di mari juga klo ada yang bening dikit langsung dieksploitasi wkwkwkw.
Aku kalau kena prank dikagetin sih gakpapa asal….. orang yang ngagetin juga gakpapa kalau aku tabok, tendang dan pukul wakakak.
Nah kalau “cuma” 30 menit gini sih cocok buatku. View dari atas jg apik. Cocok untuk bermaksiat outdoor. Eh, astagfirullah.
Bhuahahaha yang dikagetin jelas udah kabur. Astajiiiiiiiiiimmmmmmmm outdoor, padahal hotel melati seharga 75rbuan lho banyak wkkwkw.
View langsung ke alam kan lebih menarik wakakak.
WOAH!
Salam kenal mas..
Gila ini reviewnya sangat detail, potonya sangat bagus..
Jujur saya ga pernah naik gunung ya, karena ga ada gunung di Pekanbaru sekitarnya :))
Wahhhh jadi klo mau naik gunung harus ke Sumatera Barat ya? Secara di Sumbar sepertinya banyak gunung. Ke Sumbar dari Pekanbaru nggak begitu jauh kan ya?
Makasih udah mampir mas. Salam kenal juga.
Bener mas, musti ke Sumbar dulu yang paling deket..
wew mantepnya naik gunung,
deket juga ya brarti daerah pasuruan ini
Nah deket dari mana dulu hayo? Klo dari Jakarta ya jauh banget sih Pasuruan wkwkw
Ngeri juga ya, posisi tenda di samping makam. Sebaiknya sebelum pendakian dimulai cari teman penduduk asli. Selamat malam, Mas. Salam sukses untukmu selalu.
Ribet amat nyari temen penduduk asli dulu
treking 30 menit. Ga sampe ngos-ngosan sih. Mungkin malah baru tahap pemanasan. Baru kelar pemanasan, eh ternyata sdah sampai puncak…wkwkwk
Ngprank di kuburan. Ga takut kalau diprank beneran sama yang di sana…wkwkwwkwk
Iya bener hahaha, mesin baru panas lah kok udah finish. Hehehe entahlah aku dari kecil nggak takut sama sesuatu yang serem-serem. Malah klo bisa pengen ketemu mau ngajak ngobrol wkwk
cerita di belakang tenda ……….. :O
Wah asik ya bisa reuni di atas gunung. Aku kapan ya bisa reuni kyk gitu padahal belum naik gunung wkwkw
Itu barisan bukit dan guungnya ajib banget. Foto berlatar itu asik nih apalagi nunggu momen sunrise atau sunset
Reuni kan gak perlu ke gunung jugak, di warung juga bisa haha
Mas, aku sukaaaa ootd mu yg celana pendekan hahahahaha… Bakal beda dr pendaki lain itu 😀
Naaah kalo pendek begini, aku sanggub nih mendakinya :D. Beneran latihan pas untuk pemula :).
Jd matras ilang kamu tidur ga pake alas dong? Tapi aku jujurnya, juga rada gimanaaa gitu kalo kempingnya di Deket kuburan. Ini jgn sampe aku ngajakin asistenku yg punya indera keenam. Dia ketakutan liat segala macam, akunya lbh takut lagi wkwkwkwkwk
Wadawwwww pake boxer doang saja sudah dihujat pamer aurat wkwkwkw. Pendaki sekarang outfitnya udah mulai berubah. Banyak yang pake outfit olahraga. Dari mulai celana pendek, base layer, dan jersey. Sebab berat dan susah gerak kalau pake celana kargo dan panas ongkep kalau pake kemeja hehehe.
Dua temenku bawa matras, jadi masih cukup buat bertiga di dalam hahaha.
Indera keenam ini indigo apa indohme sih wkkww
Wah, apik banget pemandangane. Tapi bener, sih. Kayaknya lebih capek naik motornya ketimbang nanjaknya hahahaha…
Trekking di Gunung Tanggung ini kayaknya sensasinya mirip-mirip naik Gunung Api Purba Nglanggeran, Mas. Tapi pemandangan dari puncak Gunung Tanggung lebih edan. 🙂
Hehehe bener banget capek motorannya. Eh aku pernah ke Nglanggeran, agak sedikit lupa viewnya gimana. Lha wong mendung dan hujan, jadi nggak memorable ehe
pemandangannya keren sekali yaa mas… Semoga kapan-kapan saya bisa ke sana yaaak 😀
itu lokasi Gunung Tanggung di Pasuruan ya?
Iya bener Gunung Tanggung di Pronojiwo, Pasuruan 🙂
Ya ampuuun aku terakhir kapan ya mendaki gunung hahaha, sepertinya sudah bukan favorit lagi, meski juga masih pingin kalau kamu yang nemenin hahaha
Palang turu nang omaaaaaaaaaaahh timbang nanjak karo kowe wkwkwkw
Lama-lama khatam iki gunung-gunung sak Jawa Timur 😀
YOISIN KARO MASTAAAAAAAAH!
komenku ilang ternyata tadi
mayan juga tuh ada warung di jalur pendakian, kalau capek bisa melipir bentar beli ciki ciki gitu kan.
aku penasaran sama makam di puncak ini, itu makamnya luas atau cuman beberapa aja ya? aku ngebayangin kalau mau makamin harus tracking dulu.
view dari puncakkk apikkk, aku sendiri lama nggak tracking tracking ringan begini
viewnya keren dan pasti seru acara reuninya
Asik banget perjalanannya, view nya keren juga…
bukan alid kalo nggak ada kalimat sombong yang dilontarin..
“Sumpah, minum air gunung langsung dari sumbernya, rasa dan segarnya mengalahkan semua merek air kemasan di minimarket. Saya bahkan mengisi penuh satu botol untuk bekal perjalanan pulang. Bukan rasa capek naik turun gunung yang saya rasakan saat sampai di rumah. Melainkan rasa capek motoran Jombang-Pasuruan pulang pergi.”
kenapa gak kamu bawa dirigen biar bisa dijual air dari pegunungan? :p
pasti pantatmu langsung pegel motoran jombang pasuruan itu hahahahah…
Saya bukan penjual air om, saya lebih suka open BO aja bhuahahahaha
Disasarin Google Maps? Pernah banget!
Yang paling aku ingat, suatu ketika aku mau pergi shooting (tenang, aku cuma jadi crew kok) di area Senayan. Tapi sama Google Maps diarahin dulu ke Slipi, Meruya, muter-muter ke arah barat pokoknya. Eh tau-tau pas nyampe kok di Senayan? Ternyata cuma gara-gara Google Maps nya menghindari menyebrang perlintasan kereta. Asem ik, buang-buang waktu macet-macetan dulu di Jakarta Barat hahahaha.
Ngomong-ngomong, Gunung Tanggung ini cocok ya buat trekking pemanasan gitu. Apalagi kalau cuma 30 menit aja udah sampai atas. Gak terlalu tinngi sih memang secara angka, tapi pemandangannya bagus juga kalau aku lihat dari fotomu. Di atas itu lapangannya (yang dirimu baru tau keesokan harinya) bisa muat berapa tenda Lid? Dan gak ada pohon peneduhnya ya?
eh aku yo pernah disasarno karo google maps, tapi karena pas iku baru pertama kali nyasar, aku sampe mbatin “oalah, ngene to rasane disasarno karo google maps.”
sumpah mas, aku mbayangno motoran teko jombang nang pasuruan iki uadoh, ternyata 2 jam yo. tak pikir lebih. opo meneh kan dalan e ruame bis bis karo truk truk ngono. tapi masio “cuma” 2 jam, aku mbayango e tok ae wes kesel sepedaan mrono wakakaka.
dijenengi gunung tanggung mungkin mergo duwur e tanggung ngono be e yo mas?
Pemandangannya bagus juga ya Mas.
Apalagi jalurnya juga nggak berat.
Jadi pengen juga mendaki gunung yang jalurnya nggak berat gitu, mendaki secara santai.
Wah viewnya keren juga mas. Meskipun belum pernah naik gunung, tapi pengen sih ngerasain naik gunung juga, apalgi daerah Sumbar banyak sekali gunung di sini.
Epik banget… Vew+Moment… Seru banget kayaknya naik gunung sambil nostalgia, asal bukan nostalgia mantan ya hehehe…
0se1y1
viewnya menarik sekali mas, kalau saat itu bawa bidadari, pasti makin epic fotonya ha ha ha …