Selain traveling, hobi saya adalah nonton film. Dari yang mulai streaming, donlot bajakan, hingga hedon nonton di bioskop. Sebentar, nonton di bioskop kok hedon? Bagaimana nggak hedon, jika nonton film nyambi shopping di mall dan nongkrong di tempat mahal bhuahaha. Ya maklum, saya hidupnya di kampung, jadi giliran nonton ke bioskop yang lokasinya di dalam mall, ya sekalian ngabisini recehan. Pulang-pulang nangis lihat mutasi kartu kredit hiks.
Dan film juga yang memberikan ide-ide tempat tujuan wisata. Bayangkan betapa ngilernya saya melihat kota-kota di Eropa dari film-film James Bond dan Mission Impossible. Lanskap indah di film-film India. Dan film The Beach yang dibintangi oleh Leonardo Dicaprio-lah yang menginspirasi saya untuk mengunjungi Maya Bay di Phuket. Saya jadi keranjingan datang ke lokasi-lokasi syuting film-film yang pernah saya lihat dan saya sukai.
Waktu ke Taiwan, saya sudah lama mendengar Jiufen. Sebuah kota pegunungan di Timur Laut Taipei. Kota kecil yang dulunya bekas hunian penambang emas tersebut katanya yang menginspirasi Hayao Miyazaki memasukkan ornamen-ornamen bangunan di Jiufen ke dalam film animasi Spirited Away yang menyabet banyak penghargaan. Banyak artikel yang mengklaim bahwa tea house di Jiufen mirip dengan bathhouse-nya Yubaba di Spirited Away hanya karena banyak lampion di luar bangunannya. Meski Hayao sendiri menyangkal klaim tersebut, nyatanya Jiufen mempromosikan diri sebagai kotanya Spirited Away. Dan hanya gara-gara itu saya jadi makin penasaran untuk datang sendiri ke sana.
Jiufen lokasinya lumayan jauh dari Taipei, kartu Taipei Metro Multi-day Pass untuk yang 48 jam yang saya beli tidak bisa digunakan untuk kereta jarak jauh karena sudah bukan area Taipei. Sebelum ke Jiufen saya mampir ke Fulong dulu, ngebet lihat Fulong International Sand Sculpting Art Festival yang digelar setiap tahun di sini. Mumpung jalannya searah.
Sampai di Stasiun Fulong saya jalan kaki ke pantai yang jaraknya nggak sampai sekilo. Tiket masuknya sungguh tiket masuk termahal yang pernah saya bayar untuk masuk ke sebuah pantai. Kalau dirupiahkan sekitar 50k. Padahal di Indonesia banyak pantai murah dan gratisan duh. Niat saya hanya ingin melihat sand sculpting art, atau seni pahat patung yang menggunakan media pasir pantai. Hari di mana saya datang, adalah hari terakhir festival tersebut.
Pantainya bersih dengan pasir putihnya yang halus, air lautnya hijau tosca. Ada jembatan untuk akses ke pantainya. Saya melihat gundukan-gundukan pasir di kejauhan. Saya berjalan di atas pasir pantai menggunakan sepatu menuju gundukan pasir. Ya karena memang niatnya nggak berenang, jadi nggak bawa sandal sama bikini.
Begitu mendekat kok nggak nggak seperti foto-foto yang saya lihat di internet. Banyak pahatan-pahatan yang sudah hancur lebur. Beberapa masih terlihat bentuknya, tetapi rusak hampir 80%. Mengesalkan, sudah bayar mahal masuk ke lokasi pantai, eh tidak sesuai ekspektasi. Gagal total bergaya di depan patung-patung pasir. Huvt.
Karena kecewa saya cabut dari Fulong ke tujuan utama. Saya naik bus ke Jiufen dari Fulong, pemandangan sepanjang jalan adalah lautan. Sampai di Jiufen saya kena zonk lagi. Gilaaaaaaaaak lorong Jiufen penuh dengan manusia. Sudah terlanjur di sini, jadi nggak mungkin saya duduk-duduk saja. Dengan setengah hati saya melebur membaur bersama ribuan turis berjalan di lorong Old Street Jiufen. Kerumunan manusianya rasanya lebih parah dari pada di Xiangshan.
Rusak sudah bayangan saya tentang Jiufen yang reviewnya sangat overrated alias berlebihan. Hanya lorong kecil yang kanan kirinya berubah jadi toko-toko souvenir dan kedai makanan. Sumpah nggak saya banget deh. Mau belanja souvenir buat siapa? Mau jajan juga sungguh di luar batas kemampuan dompet saya. Jadinya saya kenyang cicip tester makanan di sepanjang jalan bhuahahahaha.
Eh tetapi saya beli Bubble Tea yang terkenal itu, konon katanya Bubble Tea asalnya dari Taiwan. Nggak afdol rasanya jika nggak cicip minuman paling hits seantero Asia. Selain Bubble Tea, saya hanya kuat jajan Tahu Busuk khas Taiwan. Dua itu saja sudah cukup mahal, kalau di Jombang bisa buat beli Nasi Padang 3-4x bhuahahaha. Ngomongin Tahu Busuk, mungkin nanti saya ulas sendiri deh. Kalau nggak males :p
Sudah lorongnya sempit, ratusan turis tumplek blek jadi satu. Jalan sampai mindik-mindik, pelan-pelan. Mau membalap orang di depan capek bilang “excuse me”. Dari mulai ujung sampai ujung isinya hanya toko dan kedai makanan. Mau foto narsis juga foto apa? Pasang tripod juga bakalan ditendang. Harapan saya satu-satunya hanyalah Tea House yang katanya menjadi latar Rumah Pemandian Yubaba di Spirited Away. Rumah yang dihiasi lampion-lampion di luarnya yang katanya super cantik.
Begitu sampai di depan A Mei Tea House (阿妹茶楼), saya merasa perjalanan saya selama berjam-jam sungguh sia-sia, sungguh unfaedah. Betapa tidak, tea house yang digembor-gemborkan sangat indah hanya begitu saja tampilannya. Sangat nggak fotogenik, bahkan nggak ada tempat untuk memotret yang bagus saking sempitnya jalanan. Apa memang saya yang nggak bisa memotret atau memang saya sudah sangat ilfel jadi malas eksplore lebih lanjut. Padahal saya sudah mengorbankan untuk melewatkan kunjungan ke National Palace Museum demi Jiufen hiks.
Untuk masuk tea house juga sayang, sepaket afternoon tea sekitar IDR 150k per orang. Harga segitu hanya dapat satu teko teh, dan empat porsi varian kue dengan porsi seupil, mana kenyang woi. Mending buat makan di angkringan, segelas es teh hanya 3k, dan makan gorengan sepuasnya bhuahahahaha.
Saking kesalnya saya sampai tiga kali keliling lorong Old Jiufen dari ujung ke ujung untuk menenangkan diri. Alih-alih menenangkan diri, saya justru makin emosi menghadapi kerumunan manusia hahahaha. Kurang kerjaan banget deh.
Saat memutuskan cabut dari Jiufen, saya masih diuji kesabaran dengan antrean di halte bus. Antrean bus mengular panjang, meski tertib tetap saja bikin kesal. Busnya nggak mau menerima penumpang jika kursi sudah penuh. Kalau di sini jangan ditanya, mendingan berdiri uyel-uyelan daripada nggak segera berangkat. Frekuensi bus lumayan lama, dan saya baru naik bus yang keempat setelah antre panjang.
Yang menarik saat bus memasuki jalan tol, pak supir membunyikan pengumuman untuk segera memasang sabuk pengaman bagi seluruh penumpang. Pengumuman dibuat dalam empat bahasa; Mandarin, Inggris, Jepang, dan Korea. Aturan untuk memakai sabuk pengaman bagi penumpang memang ada di beberapa negara. Saya nggak pernah melihat kebiasaan tersebut di negara +62, entah ada aturannya atau tidak. Bahkan seharusnya anak kecil haram hukumnya naik di kursi depan. Kalau di negara berflower “anak kecil di depan saja, takut mabok kalau di belakang”. Bus melaju dengan cepat menuju Taipei meninggalkan Jiufen yang nggak menarik itu.
Happy traveling.
24 tanggapan untuk “Jiufen tidak Semenarik Itu”
wkwkw, meski sebel liat padatnya orang di Jiufen, aku ngakak baca kalimat terakhir… Gunung pasirnya yg paling bawah kayak semeru. Runcing hehe
Hemsss kok semeru sih?
hihihi, habis mirip :p
Btw, taipei ki destinasi mahal, yah? Larangan endhi dibanding Singapur?
So so mahalnya sama Singapura, tapi masih mending daripada Hong Kong 😀
‘Hanya lorong kecil yang kanan kirinya berubah jadi toko-toko souvenir dan kedai makanan’ –> ini kenapa mengingatkanku pada lorong di wisata wali-walian, ya, wkwkw. Ya, informasi Jiufen yang katanya mirip setting lokasi Spirited Away sempat bikin aku penasaran juga, karena ke Taiwan yang terakhir juga sekelabat ke Taoyuan aja, ke Taipe pun busuk dalam ruangan aja karena ngurusi kerjaan, sempat menyesal gak mampir ke Jiufen, tapi setelah baca ini sepertinya beban penyesalanku jadi berkurang, goblik, wkwkw. Btw, Bubble Tea enakan mana sama chatime? Ditunggu ulasan tahu busuknya juga, haha.
Aduh apa aku yang kuper ya, aku nggak pernah minum apa itu Chatime wkwkwkw.
Rasanya nggak hanya wali-walian, banyak tempat wisata mengadopsi model kayak gini sih. Cuma yang ini jauh-jauh ke sana cuma gitu doang.
wkwkwkwkwkwkwk, akupun ogaaah kalo ke tempat gitu. yolooo, itu serius masih bisa lewat orang2nya?? crowdednya saraaaap :p. kalo ttg tea house, yg bilang mirip beneran perlu diperiksa matanya :p
Hahaha entahlah, Jiufen mengklaim seperti itu. Jadi Mbak Yu nggak pernah di tempat wisata yang super crowded ya?
Wahhh ide menarik biar hemat uang di dompet: icip-icip tester makanan di sepanjang jalan sampai kenyang! Hahaha.
Ahahaha hal tersebut selalu aku lakukan tiap kali di tempat wisata yang berjejer toko oleh-oleh ahhahaha
Hahaha boleh ditiru nih.
Berharap mendapat gambaran nyata dari anime sprinted away, tapi isinya…ya lumayan mas bisa jalan – jalan keluar negeri…
Mayan ngabisin duit transport kereta dan bus, terus dapat zonk haha.
Haha yang Yubaba’s Bathhouse memang jauh dari mirip. Aku inget dulu dapet job nulis tentang Jiufen, sejak awal udah ngerasa jauh banget dari di film. Tapi masih penasaran tadinya buat ke sana. Eh ngeliat serame ini jadi mikir juga hahaha.
Lagian lorongnya cuma tempat jajan aja sih yak, nggak lebih. Sampek KZL dan pusing sendiri di sana hahaha.
Fotonya keren Lid. Di negara +62 aturannya kalo gak pasang sabuk pengaman di mobil kena tilang.
Nah berarti gak baca teliti bhuahahaha. Iya yang nyetir di mana-mana bakalan ditilang klo gak pake sabuk pengaman. Yang aku bicarakan penumpang. Di beberapa negara penumpang wajib pakai sabuk pengaman. Nggak tahu klo aturan di Indonesia.
harusnya kamu datang pas belum ramai beb wkwkwk
Ide yang bagus seharusnya begitu ahaha
Mungkin karena ke sininya siang2 pas rame kali yaa. Kebetulan kemarin saya sempet nginep di sana dan ngerasain Jiufen di malam hari yang sepi ga ada orang dengan lampion2 merah yang meriah.. Pas pagi hari juga begitu.
Tapi beneran, pas siang2 kerasa mumet banget di sinii
Jadi sebaiknya harus ke sana pagi-pagi atau nginep sekalian yak. Fix nanti mau balik ke sana lagi ahaha.
Gak menarik tapi foto-fotonya menarique pegimana ini hahahahaha~~
Yubaba’s Bath house ini emang cukup menarik perhatian sih ya di filmnya. Makanya begitu ada tempat yang mengklaim sebagai representasi si Bath house di dunia nyata, ya pasti memancing minat pengunjung.
Penasaran pengen tau dalemnya kaya gimana, kalau dari luar sih emang agak jauh ya hahaha…