Wisata di Tana Toraja hanya sebatas Rumah Adat Tongkonan dan Kuburan, kalau beruntung kita bisa menyaksikan upacara adat pemakaman di sana yang biasanya digelar secara besar-besaran dan menyedot perhatian banyak wisatawan. Kalau ditanya kenapa harus tertarik dengan Tongkonan dan Kuburan yang ada di Toraja. Ya karena unik bentuk rumahnya yang atapnya menyerupai tanduk kerbau, bagi orang Toraja kerbau adalah harta, semakin banyak tanduk kerbau yang dipajang di depan rumah menandakan kalau si empu rumah adalah orang kaya dan bangsawan. Harga kerbau di Toraja memang tidak main-main, bisa mencapai ratusan juta rupiah, apalagi jika kerbaunya kerbau yang berwarna putih atau kerbau bule.
Apa yang menarik dari kuburan orang Toraja? Tidak kalah unik dengan rumah adatnya, kuburan orang Toraja serta prosesi pemakamannya juga sangat unik. Kuburan biasanya diletakkan di tebing-tebing batu tinggi yang dilubangi kotak-kotak sesuai ukuran peti mati dan biasanya di depan tebing ada Tau-Tau atau boneka orang yang meninggal.
Boneka Tau-Tau
Depan Gua Londa
Ada dua kuburan yang terkenal di Tana Toraja, sebut saja Londa dan Lemo. Dua-duanya menjadi tujuan utama saya ke Tana Toraja ini. Untuk bisa masuk ke Londa setiap pengunjung diwajibkan membayar 5 ribu rupiah. Murah, tapi untuk masuk ke dalam saya harus menyewa lampu petromaks dan guide-nya sekalian sebesar 25 ribu rupiah. Karena peti-peti mati yang menjadi daya tarik turis letaknya jauh di dalam gua yang gelap, basah, dan licin. Dasar saya backpacker kere alias miskin yang tidak mau keluar uang, saya tidak kurang akal, ketika dicegat para tukang lampu yang menjajakan jasanya langsung saya tolak “Saya ada handphone pak, canggih loh fiturnya, ada lampu senternya hehe”. Akal cerdik dan paling bulus adalah menunggu di depan pintu masuk gua dan ketika ada pengunjung lain yang menyewa lampu masuk langsung saja saya ikutan nebeng ehehe.
Peti-Peti Mati Dalam Londa
Dan memang jalan di dalam gua sangat gelap dan licin, pakai petromaks pun pandangan hanya sebatas 1 meter saja. Dasar saya hanya nebeng jadi sering ketinggalan sama tukang lampunya yang sudah empet lihat saya. Pakai senter di handphone pun tidak membantu, tapi lumayan lah daripada gelap sama sekali. Di dalam gua banyak peti mati di geletakkan di pojok-pojok gua. Tukang lampu yang nyambi jadi guide menerangkan kepada pengunjung yang menyewanya, saya sih gak mau rugi, kalau nebeng itu harus totalitas, jadilah saya curi dengar setiap penjelasan dari tukang lampu yang nyambi jadi guide hehehe.
Dalam Gua Londa yang sempit dan gelap
Pintu Masuk dan Keluar Gua Londa
Katanya sih orang-orang yang meninggal dan di letakkan di Londa adalah anggota keluarga dari kalangan bangsawan saja. Jaman dulu supaya jenazah tidak bau, mayat dilumuri rempah-rempah sebelum diletakkan di gua, sekarang jaman sudah modern jadi cukup dengan formalin saja. Bagi kalian yang mau mengunjungi Londa dan mau menghemat uang untuk menyewa lampu petromaks, bawalah senter dari rumah. Dan bagi yang phobia gelap tidak disarankan masuk daripada kena serangan jantung dan mati di sana, jadi jangan menambah mayat.
Kuburan kedua yang menjadi highlight saya adalah Lemo, letaknya di tebing batu dan sekelilingnya adalah sawah. Tidak seperti Londa yang mengharuskan pengunjung bergelap-gelapan ria, kalau Lemo cukup terang dan letaknya tidak di dalam gua. Peti-peti mati di masukkan ke dalam lubang-lubang di tebing batu dan pastinya ada boneka yang menyerupai orang yang meninggal atau Tau-Tau.
Lemo
Sedikit cerita rakyat boleh percaya boleh tidak, saat prosesi pemakaman peti mati akan melayang sendiri masuk ke dalam lubang tanpa bantuan manusia. Dan disaat prosesi tersebut setiap orang yang hadir tidak boleh berbicara sepatah katapun, makanya dilarang bagi anak kecil untuk menghadiri prosesi pemakaman yang dikhawatirkan akan menangis dan menggagalkan prosesi pemakaman.
Lemo
Boleh percaya boleh tidak, saya sendiri belum pernah menyaksikannya tapi tahu sendiri kalau di Indonesia hal-hal berbau klenik masih ada. Jadi saya ingin sekali melihat peti mati melayang di depan mata kepala saya sendiri.
Untuk masuk ke lokasi Lemo pengunjung diwajibkan membayar sebesar 10 ribu. Sebenarnya masih banyak sekali obyek wisata di Tana Toraja tapi waktu sudah sore dan mendung jadi saya putuskan untuk kembali ke Rantepao untuk menunggu bis kembali ke Makassar. Toh saya sudah cukup puas melihat Tongkonan dan Kuburan, saya yakin lokasi wisata yang lain juga tidak jauh kuburan dan Tongkonan juga. Kalau boleh saya kembali lagi ke Tana Toraja saya ingin ke Batutumonga deh.
Wonderful Indonesia and happy traveling!
15 tanggapan untuk “Dua Wisata Kuburan Terkenal di Tana Toraja”
pulang2 ada yang nempel ga?
ada, cewek cakep hahaha
“Dan bagi yang phobia gelap tidak disarankan masuk daripada kena serangan jantung dan mati di sana, jadi jangan menambah mayat.” I laughed out loud reading this! hahahaha!
OK, sebbaik gua tidak phobia gelap. boleh lah saya datang ke tana toraja. 😉
ps: Helga sudah bagitahu umur sebenar kamu. lalalala!!!
aish pasal umur lagi hahaha, you can’t die in peace before you know my exact age hahaha…
Datanglah, it was awesome, the breeze, the view, the culture… ingat tidak boleh takut gelap 🙂
iya tuh yang upacara pemakaman itu, gwe pernah baca.. bukan melayang2 juga kali.. tapi mayatnya bangun.. tp ga bisa ngapa2in.. cuman jalan aja sampe ke kuburan… 😉
itu seriusan ada mayatnya yang idup baju kuning kejepret kamera lo lid?
Aaakkkk curang sih.. waktu itu dari sby dehh promonya #irii #alasan :))
oh ya hahaha, gak tau juga sih yak, toh gue juga dari cerita orang haha…
iya itu yg baju kuning ganteng bangeeeeeetsssss :p
Di postinganmu sebelumnya memang mau tanya bagaimana caranya menguburkan mayat-mayat di pinggir tebing. Kepikiran kalau dinaikkan pakai tangga dan itu pasti sulit sekali. Dulu pernah baca artikel dan ada fotonya juga kalau mayatnya dimantrai di rumah dan dia jalan sendiri ke makamnya. Tapi kalau perihal dia melayang, baru kali ini aku baca. Mesti liat sendiri baru boleh percaya. 😀
klo gue lihatnya di tivi para pengubur saling bekerja sama naruh peti, yg melayang harus lihat sendiri pokoknya ahehee
gue pernah liat di tipi tuh acara mayat yang berjalan/melayang sendiri gitu
tapi gagal ditampilin di kamera.
btw, lu seneng banget yah foto-foto deket kuburan
ada bau bau tak sedap gak lid?
:p
bau apek iye hahaha,,, seru kan,,, klo wisata jarang orang foto kuburan haha,,, gue mau beda sendiri :p
wah seram.. ada peti nya dimana2 mas . tapi kerenn
Betul, betul.. kalau ke tana toraja itu ya wisata “kematian” 😀 seperti yang pernah saya tulis diblog saya: http://h0tchocolate.wordpress.com/2012/08/15/wisata-kematian-di-tana-toraja/
Tapi disitulah uniknya 🙂 Salam kenal yah!
Makasih infonya Gan…salam kenal…
Kakek saya (ayah bapak saya) dikuburnya di LONDA loh.. 🙂
oh ya? wah tau gitu saya ke sana kontas masnya biar bisa dianterin gratis hehe