Oh Ranu Kumbolo

Tahun 2020 sungguh ambyar pokoknya, ajuuuuuur juuuuuuummm. Apalagi kalau bukan karena Koronamaru. Semua mimpi dan angan-angan umat manusia di seluruh dunia hancur berantakan gara-gara serangan dahsyat Koronamaru. Eh apa benar hampir umat manusia di seluruh dunia? Sok tahu deh. Kan ada tuh manusia yang hidup tanpa mimpi dan keinginan. Pokoknya bisa makan kenyang saja sudah cukup. Gak kayak saya yang serakah banyak maunya 🤪

Intinya di tahun 2020 banyak rencana yang tertunda lantaran pageblug yang menyerang bumi manusia. Banyak trip saya yang juga batal, karena naik pesawat sekarang syaratnya ruwet. Belum lagi banyak negara masih menutup diri menerima turis asing. Jadilah tahun 2020 saya mengubah haluan, dari yang biasanya banyak ngetrip ke luar negeri, akhirnya banyak ngetrip ke dalam negeri. Itupun saya khususkan hanya naik gunung saja. Kenapa? Ya nggak kenapa-napa, iseng aja gitu 😝

Jadilah sejak pendakian gunung-gunung dibuka tahun 2020, saya sudah naik tujuh gunung. Bahkan ada yang saya naiki dua kali, termasuk Ranu Kumbolo. Eh Ranu Kumbolo nggak termasuk gunung sih muehehehe. Hitungannya masih di lembahnya sih, secara untuk ke puncak Mahameru masih butuh waktu yang lumayan panjang. Lha wong untuk menuju Ranu Kumbolo saja butuh enam jam trekking.

Naik Gunung Semeru syaratnya paling ruwet dan ribet di antara gunung-gunung lainnya. Pendaki harus mendaftar online untuk bisa mendapatkan jatah. Untuk mendapatkan kuota mendaki menjadi sebuah perjuangan tersendiri. Normalnya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) memberikan kuota 600 pendaki setiap hari. Namun, saat pandemi jatah pendakian hanya diberikan kepada 180 pendaki setiap hari.

Banyak pendaki yang memburu kuota pendakian ke Semeru saat dibukanya pendaftaran pertama kali setelah pendakian ditutup selama satu tahun akibat kebakaran, ditambah dengan masa pandemi yang memaksa seluruh tempat wisata untuk tutup. Jadi banyak pendaki yang sudah rindu untuk menyambangi Semeru. Alhasil saat pendaftaran dibuka, banyak pendaki yang begadang dan berebutan untuk registrasi. Akibatnya server TNBTS mengalami overload dan sangat susah diakses. Saya baru bisa mendapatkan kuota pendakian tiga hari setelah dibukanya tanggal pendaftaran.

Pendaki mandiri tidak diperbolehkan, minimal satu grup berisi tiga pendaki. Dan dokumen yang perlu dipersiapkan setiap pendaki adalah: bukti pendaftaran online, foto kopi KTP, dan surat sehat dari klinik atau puskesmas. Siapkan juga meterai 6000 untuk ditempel di surat pernyataan yang harus ditanda tangani ketua kelompok. Sekarang meterai 6000 sudah tidak ada dan tidak berlaku.

Tanpa kelengkapan surat-surat di atas, jangan harap lolos verifikasi untuk bisa melanjutkan pendakian. Petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sangat saklek dan kaku. Saya sendiri menyaksikan beberapa orang yang gagal mendaki gara-gara kurangnya dokumen. Hanya karena surat keterangan sehat yang masa berlakunya berakhir atau surat keterangan sehat yang berupa foto kopian. Surat keterangan sehat harus asli dengan stempel basah, dan masa berlaku paling lama tiga hari sebelum pendakian. Meski memohon-mohon dan mengemis sambil nangis-nangis gulung kuming di depan loket pun nggak akan bisa membuat petugas bergeming untuk meloloskan.

Saya sendiri heran, apa sih pentingnya Surat Keterangan Sehat dalam kegiatan pendakian? Lha wong saat meminta surat sakti tersebut di klinik. Toh hanya diperiksa tekanan darah, tinggi badan, dan berat badan. Bahkan di beberapa klinik kadang nggak diperiksa sama sekali. Siapa yang bisa menjamin, berangkat mendaki sehat, turun gunung ambruk? Duh amit-amit jabang bayi! Daripada gagal mendaki, mending siapkan saja syarat formalitas tersebut.

Tidak lolos verifikasi artinya harus balik kucing ke klinik terdekat untuk buat surat keterangan sehat. Masalahnya klinik terdekat jaraknya dua jam dari pos pendaftaran. Beruntung jika kalian ke Ranu Pani menyewa jeep dari Tumpang. Biasanya tempat penyewaan jeep akan membantu mengecek kelengkapan dokumen kita. Gila saja jika sudah sewa jeep mahal-mahal ke gerbang pendakian, tetapi harus kembali ke Tumpang. Harga sewa jeep satu kali jalan rata-rata dipatok Rp600.000,- pulang pergi ya kalikan saja dua kali.

Ada yang lebih murah untuk menuju ke gerbang pendakian di Ranu Pani, yaitu naik motor. Masalahnya jalannya berkelok dan tanjakannya super sekali. Motor matic biasa saja harus mengejan dan mengerang demi bisa bergerak melewati jalanan yang menanjak. Saya yang nggak jago-jago amat naik motor lebih memilih menyewa jeep dan mengajak patungan teman-teman pendaki.

Kunjungan pertama saya ke Ranu Kumbolo pada tanggal 10-11 Oktober 2020 bersama beberapa kawan pendaki, blogger, dan instagramer berjumlah 10 orang. Yang kedua tanggal 21-22 November 2020 bersama grup pendaki yang seharusnya ke Ranu Kumbolo tahun 2019, tetapi gagal berangkat karena jalur pendakian mendadak ditutup akibat kebakaran. Padahal sudah daftar dan bayar loh mmpppfftt. Percayalah, ngetrip ke manapun dengan pasukan lebih dari lima ekor manusia pasti banyak drama. Tetapi demi murahnya ongkos patungan sewa jeep, drama berseri sampai seribu episode pun saya siap mmmpppfftt. Meski ya ngempet emosi jiwa gggrrrrr 🤬

Setiap pendaki selalu berharap cuaca cerah ceria saat melakukan pendakian. Tetapi apa yang bisa diharapkan kalau mendaki saat musim hujan? Gerimis rintik-rintik saja sudah merupakan keberuntungan. Yang terjadi pada saat saya ke Ranu Kumbolo adalah hujan deras bahkan sebelum mulai mendaki. Dari mulai berangkat sampai selesai verifikasi pendaftaran dan briefing, cuaca sangat bersahabat. Giliran sudah siap mau jalan, mendadak hujan deras turun. Sial bener deh!

Sudah kepalang tanggung, masak pulang hanya gara-gara hujan deras. Akhirnya saya berganti outfit, sepatu trekking saya lepas dan hanya memakai sandal japit swallow. Bahkan saya nggak sempat foto di depan gerbang pendakian yang merupakan cita-cita saya sejak dari rumah ggrrrrrrrrr. Untungnya jalur trekking ke Ranu Kumbolo tidak terlalu menanjak, hanya jalan setapak panjang dengan kemiringan beberapa derajat. Jadi memakai sandal japit adalah pilihan tepat, paling ya kalau licin kepleset saja hahaha. Dari pada sepatu trekking mahal saya basah 🤭 muehehehe.

Derasnya hujan benar-benar menghajar saya, kekuatan saya melemah karena guyuran air yang bertubi-tubi tanpa henti sepanjang perjalanan. Jalur trekking sudah menyerupai sungai es coklat yang mengalir deras. Iya es! Airnya dingin sekali, setiap melangkah kaki saya bergetar menahan dinginnya air coklat di jalur trekking. Siapa suruh pakai sandal japit muehehehehe. Pun saat turun gunung, lagi-lagi saya dihajar hujan mmppppfffttt. Beruntung meski naik dan turun kehujanan, tetapi saat pagi sungguh cerah. Alhasil banyak stok foto bejibun.

Jalur trekking ke Ranu Kumbolo sebenarnya cukup mudah bagi pemula, tanjakannya nggak seseram yang dibayangkan. Jalan lempeng saja saja dengan kenaikan sedikit demi sedikit. Momoknya hanya tanjakan setelah pos tiga yang membutuhkan sedikit tenaga. Setelah tanjakan tersebut akan terlihat danau Ranu Kumbolo, tinggal turun saja sampai lokasi kamping. Saya pastikan turunnya akan sedikit terseok-seok karena kelelahan yang mulai berasa setelah berjalan kaki berjam-jam sambil memanggul ransel.

Gerbang pendakian di Ranu Pani sendiri di atas ketinggian 2100 mdpl, dan Ranu Kumbolo berada di 2400 mdpl. Teorinya hanya kurang 300 meter saja nanjaknya, kenyataannya untuk mencapai ketinggian 300 meter tersebut jalurnya sangat panjang. Normalnya butuh 6 jam perjalanan, jadi bayangkan betapa lelahnya jalan kaki selama 6 jam. FYI, Ranu dalam Bahasa Kawi (Jawa Kuno) berarti Danau.

Tetapi jalur trekking Ranu Kumbolo adalah jalur yang memanjakan pendaki. Setiap pos 1 sampai 3 ada yang jualan gorengan, minuman, cemilan, dan semangka. Jajan semangka di gunung merupakan hedon level paling tinggi di antara kehedonan duniawi lainnya bhuahahahaha. Belum lagi tersedianya toilet umum di tempat kamping, sekali masuk marebu dengan durasi paling lama hanya 10 menitan. Kurang nyaman bagaimana lagi? Gunung lain sebisa mungkin menahan untuk nggak buang air besar kalau nggak mau cebok pakai tisu. Kalau di Ranu Kumbolo saya foya-foya dong keluar masuk ke toilet berkali-kali muehehehe.

Dua kali ke Ranu Kumbolo, mungkin kunjungan ketiga saya akan menyambangi puncak tertinggi di Pulau Jawa. Tunggu saya wahai Mahameru 🔥

25 tanggapan untuk “Oh Ranu Kumbolo”

  1. Ada pemberitahuan teko email mas, sangar mas fotone, full colour, apik mas landscapenya, jd pengen mas

    1. Wueehh matursuwun wis mampir

  2. Alhamdulillah Mas Alid sudah menjadi pendaki gunung sekarang :))

    1. Tenang!!!! ITU HANYA COSPLAY

  3. Iya ya, ngecek kesehatan tapi cuma ukur tensi, timbang BB dan ukut TB. Kenapa gak USG atau Rontgen sekalian? Eh jadi mahal dan ribet yak? hahaha.

    Aku tahu tempat ini ya dari novel 5 CM. Kalau sampe sini “doang” kayaknya aku masih mampu. Tapi kalo sampe puncak, cukup sekian dan terima kasih.

    Oh ya, sebagai mamang jualan materai, mau infoin buat netijen, materai 6000 masih berlaku tapi dipakenya dobel gitu hwhw. Jadi yang keburu beli materai 6000, pake aja sampe akhir 2021. Oke sip.

    1. Sekalian saja tes kesehatan jiwa hahahaha. Sangguplah om, apalagi om kan atletis, kuatlaaaaaaaah hahaha.
      Betewe saat ini Semeru tutup, giliran buka nanti udah 2022, jadi meterainya gak bisa dobel 6000 bhuahahaha.

      1. Wakakak atletis di tangan kanan aja. Lebih sering dipake soalnya muahahaha.

        Iya bener 2022 gak bisa lagi dobel-dobel.

  4. Asik euy ranu kumbolo, jadi ngebayangin naik ke ranu kumbolo ditemanin sama Raline Shah wkwkwk 😀

    1. Terus dia manja-manja minta digendong piye?

      1. Yo gantian lah, kalo aku yg capek digendong dia wkwkwk

  5. Eh, yang bikin asyik pas ribet kayak gini adalah terseleksi dong. Minimal ada beberapa yang gagal naik dan mengurangi pendaki buahahahahha. Kayaknya ini bisa bikin linik dekat-dekat sini, biar kerjaannya buat surat keterangan sehat. *eh

    1. Lha wong kuota sudah dikurangi kok oleh pihak TNBTS ahahaha. Modalnya gak balik klo cuma bikin klinik pembuatan surat sehat doang hahaha. Paling dari 10 pendaki, hanya 2 orang yang suratnya gak valid mmppfffttt.

  6. Memang ga main2 yaa kalo mau naik gunung. Sampe harus ada surat kesehatan segala :D. Itung2 menyingkirkan para pendaki yg sok sok an mau naik, padahal stamina ga kuat, malah nyusahin yg lain :D.

    Foto2nya kereeeen mas. Ga kliatan kalo cuaca sbnrnya gloomy gitu. Tapi baca yg mendaki sambil hujan deras, kok ya rasanya aku nyerah kalo di posisimu hahahahah.. mendaki gini bukan something yg aku suka memang :D. Aku banyak geli nya.. apalagi kebayang gimana kalo ketemu lintah, dan nempel huahahahahah merinding disko bayanginnya

    1. Surat sehat hanya formalitas wkwkw, lha wong murah cuma 15k. Di klinik cuma diperiksa tekanan darah, berat badan, udah. Jadi siapa yang jamin hahahaha.

      Gloomy berangkatnya, tapi pas pagi di sana cerah ceria loh. Begitu otewe turun, eh hujan lagi wkwkwkw.

      Gak semua gunung ada lintahnya sih, tergantung kondisi di sana. Semeru nggak ada lintah sama sekali malah.

  7. Surat sehat, fisiknya sehat, tensi normal, TB-BB gada masalah. Tapi ternyata jiwa dan hatinya ambyar. Ke gunung buat pelarian aja…wkwkwkwk

    Emang sih kalau naik gunung tiba2 hujan, langsung sigap untuk ganti kostum. Sandal jepit emang mantap. enteng, walaupun siap-siap kepleset.

    Aku belum pernah naik semeru. Bbrapa kali mau kesini selalu gagal..

    1. Klo lari jangan di gunung, ke hutan saja terus belok ke pantai bhuahahaha.

      Tapi ada beberapa tipe gunung klo hujan mending tetep sepatuan saja karena bahaya kena akar gede di tanah. Untung jalurnya sih enak. Cobain nanti naik deh ehe

  8. wonderful

  9. Kalau udah kangen udara pegunungan, musim kayaknya jadi urusan kesekian, ya, Mas? Saya kayaknya terakhir kali naik musim hujan 2018 dulu, deh. Februari apa Maret gitu, ke Ciremai, lewat Linggarjati. Ternyata medan Ciremai lewat Linggarjati jadi berlipat-lipat lebih berat ketimbang musim kemarau hahaha…

    Btw, jalur dari Ranu Pane ke Ranu Kumbolo musim hujan pasti becek banget, ya, Mas? Waktu saya naik Semeru dulu awal musim hujan aja becek. Terus papasan sama rombongan pendaki yang drama banget karena temen-temannya ngeluh jalurnya becek banget hahaha…

    Ah, ntar musim kemarau kayaknya saya nanjak!!!

    1. Wakakaka ke Ranu Kumbolo yang enteng saja pas hujan kayak lemeeeeeeeeeees banget gitu karena hujan. Jalurnya nggak becek lagi, tapi udah kayak sungai susu coklat hehehe.

      Semeru sementara lagi ditutup sih sekarang. Lagi batuk!

  10. Tahun 2007 pernah ke Ranu Kumbolo buat ngopi doang trus balik. Pemeriksaan modal surat sehat puskesmas.

    Dulu kalo kesana pernah naik truk sayur dari tumpang sampai Ranu Pane. Liat ini mewek banget, pengen naik ke Ranu Kumbolo. Setiap pos sekarang ada yg jualan gorengan.

    Kangen banget kenangan masa lalu. Terima kasih untuk postingan ini mas…

    1. Sekarang ke sana numpang foto doang hahaha. Kemarin nggak lihat ada pendaki yang naik truk sayur. Katanya udah gak boleh, entahlah. Aku tahun 2007 masih ngompolan wkwkwkw.

  11. Apik. Manjat gunung di musim pandemi ini solusi untuk menyalurkan hasrat menggelora untuk jalan-jalan. Ranu Kumbolo cakep. Semoga terjamin keasriannya.
    Sehat selalu.

  12. Pengen bangetttt ke Rakum … semoga dalam waktu dekat kesampaiaan dan Semeru lekas membaik.

  13. di Ranu Kumbolo, Raline Shah: bagi kuahnya dong mas 🙂
    Beberapa gunung sudah kudaki, gn. arjuno, gn.welirang, gn. penanggungan, gn.bhutak, gn.panderman tpi gn. semeru belum, padahal ini gunung ada di list pertama tpi gak jadi-jadi haha