“BRAAAAAAAAKKK!!!” Seketika seluruh penumpang bus bangun dari tidur mendengar suara tersebut. Tidak terkecuali saya yang juga kaget dan bangkit dari lamunan. Saya kurang yakin bunyinya keras atau tidak. Semua penumpang beranjak keluar dari bus dan mengerumuni bagian depan bus. Saya melihat seorang bapak-bapak duduk di aspal sambil menangis menjerit. Di samping beliau tergeletak motor dan juga tergolek lemas tubuh seorang perempuan yang bersimbah darah. Iya, bus yang saya tumpangi menabrak pengendara motor.
Penonton berdatangan, saya melipir pergi dari kerumunan. Bukannya saya nggak bersimpati dengan korban, tapi daripada saya jadi penonton bayaran seperti mereka tanpa bisa menolong korban. Mendingan saya pergi. Mirip seperti di Indonesia, ketika ada yang celaka, korban malah dijadikan tontonan menarik dan semua sibuk jadi wartawan kacang dadakan. Difoto, direkam, kemudian disebar di sosial media dengan caption “jek anget lur”. Duh!
Penumpang berhamburan keluar
Kecelakaan tersebut tentu saja membuat jalan macet total. Korban dilarikan ke rumah sakit, sampai tulisan ini diposting saya nggak tahu nasib ibu tersebut apa masih hidup atau berakhir sedih. Semoga saja ibu tersebut baik-baik saja. Meski korban sudah tidak berada di lokasi kejadian tapi bus tidak beranjak minggir. Menunggu polisi untuk olah TKP katanya. Alhasil semua harus bersabar untuk bisa melanjutkan perjalanan.
Macyet cyin
Sekitar dua jam kami semua terjebak di jalanan. Saya dan penumpang lainnya dioper ke bus lain tanpa bayar lagi. Saya meninggalkan Pokhara sejak pukul 6 pagi, dan pukul12 siang masih di tengah antah berantah. Bahkan Kathmandu masih jauh. Seharusnya saya sudah sampai di Kathmandu tengah hari. Jalanan macet, ditambah kejadian tadi, alhasil saya sampai di Kathmandu pukul 5 sore. Total jendral 11 jam perjalanan dari Pokhara ke Kathmandu.
Macyet cyin
Saya harus melanjutkan perjalanan menuju ke Nagarkot sesuai jadwal perjalanan yang telah saya susun rapi. Setiba di Kathmandu saya langsung naik bus lokal menuju Bhaktapur. Di tengah perjalanan saya baru sadar kalau matahari mulai beranjak pergi. Saya ketar-ketir kehabisan bus ke Nagarkot dari Bhaktapur. Malang memang, malam itu bus ke Nagarkot sudah tidak ada. Saya terdampar di kota tua Bhaktapur. Kamu pasti tahu rasanya lelah dan lapar campur aduk jadi satu.
Macet tapi suguhan pemandangan begini di Nepal, view kayak gini nggak pernah habis di Nepal
Galau mau menginap di Bhaktapur atau lanjut ke Nagarkot naik taksi. Kalau menginap berarti jadwal saya berantakan yang seharusnya besok pagi saya sunrise-an di Nagarkot. Kalau lanjut berarti harus merogoh kocek lebih mahal. Saya nggak ingin jadwal berantakan dan saya memutuskan untuk naik taksi ke Nagarkot. Singkat cerita saya sampai di Nagarkot dan menginap di hotel pertama yang saya datangi tanpa menawar harga karena sudah sangat penat dan Nagarkot gelap dan sepi. Tanpa makan saya langsung tidur.
Lelah yang tak berkesudahan *halah*, bisa ditebak saya pulas banget tidur dan bangun kesiangan. Tanpa cuci muka saya segera beranjak keluar. Pfiuh masih agak gelap, berarti saya nggak bangun kesiangan, hanya telat beberapa menit. Berharap masih bisa mengejar sunrise di atas view tower saya berjalan setengah berlari. Sialnya dari penginapan harus jalan kaki selama satu jam dan jalannya lumayan menanjak.
Minimal pernah foto di mari
Mereka berduaan dan aku sendirian
Di tengah perjalanan semburat warna keemasan pecah di langit. Matahari mulai muncul. Iya saya telat menyaksikan matahari terbit di tempat yang semestinya. Ah tapi saya masih sempat menyaksikan fenomena alam tersebut di pinggir jalan bersama pasangan yang sedang berbulan madu yang baru saya kenal. Kalau saya jelas bangun kesiangan karena kecapekan. Kalau mereka saya yakin juga kecapekan karena main sepak takraw di kamar.
View tower yang legendaris itu
Sudah kepalang tanggung, kami tetap melanjutkan perjalanan ke view tower meski matahari sudah terang benderang. Sampai di atas ngos-ngosan kami bengong terpesona dengan suguhan pemandangan di sekeliling. Woowww kabut tebal di mana-mana. Siyal! Hiks gagal lagi melihat Himalaya dari dekat. Perjuangan saya benar-benar sia-sia. Kata orang “tidak ada yang sia-sia, siapa tahu ada hikmahnya”. Namun sampai detik ini saya belum menemukan hikmahnya sama sekali. Mungkin yang namanya Hikmah lagi pergi ke pasar. Daripada saya menghibur diri dengan kutipan dan motivasi yang makin bikin sakit hati. Mending mengucap “that’s a life” itulah kehidupan, memang berat dan pahit. Take it or leave it!
Kabutnya oh kabut
Ini sudah kali ketiga saya tidak berjodoh melihat Sagarmatha dari dekat. Dulu di Darjeeling, India juga kabut. Di Pokhara juga asap vapor di mana-mana. Sekarang di Nagarkot saya juga gigit jari. Mungkin dia malu ketemu saya, atau dia mau saya benar-benar datang mendekat dan menjamah tubuh gagahnya. Duh masak harus mendaki Himalaya, hamba masih belum sanggup.
Life goes on
Balik ke penginapan saya janjian ke Bhaktapur bersama pasangan yang saya kenal barusan. Nahas saya ketiduran di penginapan sampai siang. Dan saya ditinggal. Apakah masih ada drama lagi di Nepal? Tunggu cerita selanjutnya. Happy traveling!
37 tanggapan untuk “Perjalanan Penuh Perjuangan ke Nagarkot”
Wah aku nunguin cerita selanjutnya. Tapi untungnya kamu selamat pas kecelakaan bus itu.
Semua selamat kecuali yang ditabrak 🙁
hidup memang penuh drama yah hahaha, smoga cerita selanjutnya gak main drama2 lg
Tunggu drama selanjutnya haha
Perjalananmu sungguh tak terduga mas ahahhahaha.
Tapi kamu kan sudah terbiasa naik bus yang supirnya suka ngebut-ngebut kalau di Jatim.
Lihat jejeran kendaraan pas macet kok sepertinya di sana kendaraan besarnya sudah berumur semua. Sudah tua-tua jenis kendaraannya.
Ini nggak ngebut sih, lha wong jalannya kecil hahaha. Kalau ke Nepal kita seperti dihempaskan ke tahun 70an hehehe. Myanmar juga begitu suasananya jadul banget 😀
Itu ketiduran bareng pasangaan tadi? Hmmmm
Ketahuan gak baca sampai akhir, padahal endingnya ada kalimat “Aku ditinggal”
Ya emang ora tak woco
sip
Pernah mengalami hal serupa ini. Tapi di Indonesia. Tepatnya di daerah Sumbawa. Lupa namanya. Gara-garanya jembatan ambrol. Bukan karena ada kecelakaan. Untung masih punya spare waktu satu hari lagi di Lombok. Kalau enggak, bablas tuh ketinggalan pesawat. Yang kedua saat mau ke Maumere, Flores. Eh kejebak tanah longsor. Jadi musti nunggu antrian panjang kemacetan yang ujungnya nungguin buldoser lagi bersihin tanah longsor. Yah, itulah seninya perjalanan. Kalau gak ada drama kayaknya gak seru wkwkwk :'(
Sedrama apapun yang terpenting kita semua selamat sentosa sejahtera 🙂
Semoga si ibu selamat.
Baru tahu kalau ada kecelakaan di sana kendaraan gak boleh dipinggirkan. Tapi ya alasannya masuk akal, hanya jadinya jalanan macet yak.
Jadinya bayar berapa naik taksi Lid? dan kalau naik bus bayar berapa?
Setahuku di tempat kita juga begitu klo ada laka lantas, yang penting korban dilarikan dulu ke RS, dan menunggu petugas kepolisian untuk olah TKP. Kadang klo korban meninggal ya digeletakkan ditutupi koran atau apa dan menunggu petugas polisi.
Hahahah 6000 perak dibanding 100 ribuan taksinya hahaha
Ic bener juga. Berarti beberapa kejadian kecelakaan yang aku liat selama ini salah banget kalau kendaraan sudah dipinggirkan.
Wakakak lumayan selisihnya 94.000 😀
SOP sih begitu tapi praktiknya kagak haha
pasti ada cerita di setiap perjalanan ya. meskipun tempat yang kita datangi itu tempat yang sama.
3 menit yg berharga baca tulisan ini. heheh. nice share
Terima kasih banyak sudah sudi mampir dan baca 🙂
Bus bermasalah, dioper ke bus lain dan nggak usah bayar, familiar banget dengan adegan ini hihihihi. Betewe baca kata Nagarkot kok yang ada di kepalaku Drangan Trakioiot 😀
Duh apa itu drangan traikokot, akoh tiada tahu 🙁
Nyiahahahaha, misteri di twitter yang belum terpecahkan hingga kini
2 jam yang bikin was-was pas menunggu hingga naik bis selanjutnya, serem juga kalau ngalamin kayak gini, rencana bisa berantakan tentunya
Dan memang akhirnya berantakan dan tekor lumayan banyak, mana capek badan juga hahah. Tapi itulah seninya jalan-jalan 🙂
Setujuuuuu
Btw, aku salutlah dirimu bisa nulis kayak wartawan begini. Up to date langsung dari lokasi kejadian. Apalagi ada info kecelakaan. Hehe.
Berasa reporter mudik yak haha
Weh, itu bisa main sepak takraw di dalam kamar? Kamar e gede banget kui ya mas?
Adik kelasku sing jeneng e Hikmah wes nikah mas. Huhuhu 🙁
Perjuangan ngejar sunrise itu lebih berat dari sunset, soale selain waktunya dikit, persiapan e juga agak rumit karena harus tidur sebelumnya. Kalau sunset kan bisa ditungguin.
Semoga di lain kesempatan bisa dapet sunrise kece neh mas 😀
Kata siap lebih berat sunrise? Percayalah sama beratnya kok.
Pemandangannya indah, dan hasil fotonya keren – keren. Ya ampun… pengen ..
makasih ya kaka 🙂
Waaahhh kamu lagi di nepal. Tempat yg udah lamaaa banget pengen aku datangin. Kalo kata mba trinity, dia ke sana cuma krn benderanya yg beda sendiri krn bentuk segitiga, kalo aku pgn kesana krn kulinernya, dan pemandangan alamnya. Rata2 semua yg pernah ke nepal pasti bilang, ini negara fotogenic. Apapun kalo difoto berubah jd lbh cantij dlm Kamera :D.
Perjalanan tahun lalu tepatnya hahaha. Bener banget, motret apapun jadi tjakep di sini. View gunung di mana-mana haha
Memng setiap perjalanan kudu enek apes- apes e ben iso diceritakan dengan menggebu- gebu. Haha. Menunggu sekuel keapesan selanjutnya.
Kok rasanya seperti di Lembang ya..
Tapi sunrisenya, terbayar lunas..
Sya tidak tahu harus berpikir seperti apa kalo saya stranded di punggung Nepal seperti itu.. Saya membayangkan saya berada di jalan yg kanannya gunung, kirinua jurang.. Seperti di channel national geograpich..
Wuihhh… ini namanya bukan mantab lagi ini…tapi super mantab pemandangannya…
Hikmahnya adalah selamat dari kecelakaan bus dan bisa menghirup udara segar atau melihat pemandangan. Masih mendingan bisa lihat awan kabut meski tujuan utama lihat Himalaya dari dekat.
Baiqqqq 🙂