Bukanlah sebuah ritual atau tradisi lama yang diturunkan oleh nenek moyang, bukan pula ajaran Hindu, tidak tertulis pula di kitab suci Weda. Ogoh-ogoh menjadi begitu populer ketika tahun 1983 pemerintah Indonesia mengukukuhkan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional. Saat itu umat Hindu di Bali mulai membuat semacam perwujudan Bhuta Kala untuk menyambut Nyepi yang dimaksudkan prosesi pengembalian Bhuta Kala ke asalnya. Sekarang Ogoh-ogoh menjadi semacam ritual wajib yang dilaksanakan sehari sebelum Nyepi. Bisa dianggap budaya baru yang disakralkan.
Ogoh-ogoh dibuat besar dan megah dari berbagai bahan dengan wujud menyeramkan. Di Bali sendiri sudah melarang penggunaan gabus atau styrofoam karena tidak ramah lingkungan. Tidak hanya berupa raksasa yang menyeramkan tapi juga ada wujud-wujud penjelmaan dewa, tokoh pewayangan, serta figur yang sedang hits saat ini.
Di Jombang ada sekitar 1000 umat Hindu dan 75% bermukim di Wonosalam, maka tidak ketinggalan mereka juga menyambut Hari Raya Nyepi yang jatuh tepat pada tanggal 9 Maret 2016 dengan pawai ogoh-ogoh keliling desa.
Ritual mengitari perempatan
Sejak 2 tahun lalu saya sudah mendengar kabar bahwa di Wonosalam, Jombang, rutin diselenggarakan pawai ogoh-ogoh secara meriah. Dan saya sebagai putra daerah yang selalu dielu-elukan merasa gagal karena saya belum pernah sekalipun menyaksikan pawai tersebut. Hiks. Tapi tahun ini saya meluangkan waktu untuk datang dan menyaksikan sendiri pawai ogoh-ogoh di Wonosalam.
Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk mencapai Wonosalam dari Ploso. Walau masih satu Kabupaten tapi kampung saya ada di utara dan Wonosalam tempat berlangsungnya acara ada di pucuk selatan Jombang. Dari informasi yang saya dapatkan bahwa arak-arakan ogoh-ogoh dimulai pukul 12 siang sampai denngan selesai.
Sebelum ogoh-ogoh diarak, umat Hindu melaksanakan upacara Butha Yadnya di Pura Kayangan Pacaringan di Dusun Ganten, Wonomerto, Wonosalam. Kemudian dilanjutkan dengan Tawur Agung yang bermakna mengharmonisasikan jagad; manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam. Semuanya harus seimbang dan segala hal yang buruk harus dihilangkan baik sifat buruk manusia maupun hal buruk di alam. Sifat-sifat buruk tersebut dilambangkan sebagai bhuta atau setan.
Setelah Tawur Agung dilakukan Pengerupukan dengan menyebar nasi tawur, mengobori serta menyembur dengan mesiu seluruh rumah dan pekarangan, memukul benda apa saja yang bisa digebuk hingga menimbulkan suara gaduh dan ramai. Tujuannya untuk mengusir setan sehingga umat Hindu bisa tenang melaksanakan Catur Brata Penyepian. Ogoh-ogoh sendiri termasuk dalam ritual Tawur Agung yang diarak keliling yang akhirnya dibakar.
Dari Pura Pacaringan ogoh-ogoh diarak sampai finish di area Perhutani Galengdowo dengan total jarak sekitar 3 km. Walau tidak semegah dan sebesar di Bali tapi sangat meriah untuk sekelas Jombang, meskipun saya sendiri belum pernah menyaksikan yang di Bali. Yang patut diacungi jempol adalah kerukunan antar umat beragama di sana dijunjung tinggi. Hal tersebut saya ketahui dari obrolan singkat dengan mas-mas pengamanan pawai.
“Warga di sini begitu mas, kalau hari Raya Idul Fitri yang Kristen dan Hindu bantu-bantu. Saat Natal yang Hindu dan Islam juga bergantian membantu. Kalau ada perayaan Hindu semacam ini semua juga turun tangan bahu-membahu bekerja sama demi menyukseskan acara tanpa memandang agama”. Ujar mas-mas pengamanan pawai dengan tegas dan bangga.
Pemikul ogoh-ogoh yang terkilir
Ukurannya tidak sebesar di Bali tapi saya yakin pasti berat memanggul ogoh-ogoh. Apalagi bawanya harus diogoh-ogoh yang berarti digoyang-goyangkan. Belum lagi di beberapa titik pemberhentian digoyangnya sambil memutar. Tak ayal sang penandu ada yang jatuh terpelanting bahkan sampai ada yang terkilir. Selain ogoh-ogoh yang diarak oleh orang dewasa ada juga yang diarak oleh anak-anak kecil. Cara bawanya juga sama digoyang dan diputar-putar tapi tidak sekencang orang dewasa jadi aman dari kecelakaan. Musik khas Bali hanya ada di awal barisan pawai, selanjutnya musik-musik rock dangdut yang mendominasi. Duh rusak sudah suasananya gara-gara lagu Goyang 25 dan Sambalado hiks.
Akhirnya semua dibakar di sini
Kabupaten Jombang memang majemuk dengan masyarakatnya yang beragam. Julukan sebagai Kota Santri tidak melulu acaranya harus pengajian. Pawai ogoh-ogoh umat Hindu dan Festival Unduh-unduh sejak ratusan tahun oleh umat Katolik menjadikan bukti bahwa Jombang layak menyandang sebagai City of Tolerance. Yuk mari datang ke Jombang dan temukan hal-hal yang menarik. Ketemu artis hits macam saya misalnya bhuahaha.
Wonderful Indonesia
74 tanggapan untuk “Ada Pawai Ogoh-ogoh di Jombang”
Eh, jadi sampeyan sudah jadi artis hits? Minimal hits di blog sendiri, hehehe…
sampean ancene gak eroh kiprahku, gak usah meri
Iya, tapi nanti kalau saya ke Jombang ajak kemari ya Mas, sekalian sembahyang :hihi. Agaknya jauh ya dari kota Jombang? Ramai nggak sih Mas kemarin pawai di sana? Saya lihat di foto kayaknya nggak terlalu ramai :hehe.
Hey pawai ogoh-ogohnya kayaknya masih dalam bentuk aslinya (ogoh-ogoh dibakar sampai habis), terus sosok yang ditampilkan masih bhuta kala yang seram-seram. Soalnya di Bali dan Lombok sendiri mulai ada pergeseran makna ogoh-ogoh ya, yang ditampilkan malah sosok dewa-dewi. Dan di Jombang unik ya, ada gunungan canang tegeh dibawa terus ada iring-iringan keris juga.
Toleransi di sana keren banget!
Eh ada om Gara, duh nulis ini aku selalu terbayang-bayang om hahaha, takut ada yang salah 😀
Hayuk sini om, di Wonosalam ada 8 Pura, tinggal pilih yang mana ehehe. Ya memang agak jauh dari kota, hampir sejaman. Eits itu sih pinter-pinter saya yang motret kelihatan sepi dan dapat spot turunan tanjakan, yang tanjankan sepi wakkakka. Warga menyaksikan di sepanjang jalanan dan paling ramai dekat perempatan dan finish. Saya aja pas selesai hampir sejam duduk di motor nunggu sepinya manusia membubarkan diri.
Dan saya gak paham itu gunungan canang tegeh hihi, yang bawa keris itu memutari perempatan beberapa kali, saya juga gak paham, mungkin om gara lebih paham 🙂
Eh nggak kok… justru saya yang dapat info baru dari tulisan ini, soal saudara-saudara Hindu yang ada di Jombang :)). Banyak ya puranya… penasaran dengan sejarah saudara Hindu di sana, dari mana mereka berasal?
Mau dong Om diajari teknik fotonya… :hehe.
deuh situ lebih pro motretnya minta ajarin saya yg apalah apalah remahan upil :p
Zzzzzzz
Wah menarik banget nih! Ini umat Hindu di Jombang hanya tersebar di Wonosalam aja kah Mas? Atau juga di beberapa kecamatan lain? Tapi kalau ditelisik, mereka biasanya kalau bermukim di suatu tempat tidak jauh dari gunung. Seperti kampung Hindu di Wagir di kaki gunung Kawi. Tapi salut banget memang kerukunannya. Saling bantu-membantu di setiap acara keagamaan. Santai-santai dan kalem aja, gak ngurusin di luar sana yang sering berembus isu SARA 🙂
Kebetulan memang terkonsentrasi di Wonosalam sampai ada sekitar 8 Pura dan emang iya rata-rata mereka hidupnya tidak jauh dari gunung. Wonosalam kan berada di lereng Gunung Anjasmara. Ah yang SARA masih kurang pikenik wekekeke
Wah iya, Anjasmara kan udah masuk Tahura R. Soerjo ya Mas…
Hahaha, setuju 😀
Iya juga ya.. Baru ngeh kalau ogoh-ogoh itu cuma ada di Indonesia ya?
berbanggalah 😉
kalau anakku paling takut liat pawai ogoh-ogoh macam ni…
hahahaha terus nangis-nangis minta eskrim haha
asal ga minta yang aneh-aneh, ga papa deh eskrim wkwkwk
asyik banget ay, kearifan lokal yang perlu dipertahankan, budaya yang menyatu dengan masarakat
yup dan ini rutin dilaksanakan setiap menjelang nyepi 🙂
aku baru tau di jombang juga ada tradisi begini..
ogoh-ogoh identik banget dengan bali soalnya..
:O
Siapa yang menyangka ehehehe, Jombang unik kan? Walau dijuluki Kota Santri tapi di dalamnya banyak hidup orang-orang dengan latar belakang dan agama berbeda. Yang penting rukun dan saling hormat menghormati 🙂
Dulu waktu di Ponorogo aku sempet liat juga yang seperti itu mas tapi gak pahan dan gak tau namanya.. hehehe..
wah keren mas Alid jiwa petualang yang all out, mantap mas.
klo saya kadang lupa foto pas ada kejadian menakjubkan, jadi sering bilang “yah lupa difoto” hehehe
yaaaaah jangan2 lupa bawa kamera hahaha
kirain di bali tadi fotonya mas…ternyata di wonosalam…dan lebih mirisnya saya juga baru tahu kalo diwonosalam ada umat budha yang jumlahnya tak sedikit…apalagi informasi pawai ini…rasanya baru dengar dari blog mas alid ini 🙂
BUDDHA -____-
kurang D ya mas..hehe..maap 😀
Sebenarnya dibaca nggak sih? -__-
eh ….hindu mas mksd saya…hmm.. maaf
eh ternyata di wonosalam ada ogoh2 juga, kereen mas.
btw aku mikir sing terkilir tampak sekilas iku koyok kesurupan. hihihih
itu meringis kesakitan hahaha
Baru tahu di Jombang ada ogoh-ogoh. Beberapa kali ke sana cuma sempat mampir makan siang :).
sekilas mengerikan ya mas, tapi karena tradisi dan adat ya harus dimaklumi
Nah pasti gak dibaca, hayo ngaku hayo, padahal paragraf pertama uda dijelasin hems
baru denger ogoh ogoh 😀
Ternyata banyak juga ya mas di Jombang, walau hanya minoritas, tapi tetap terasa kekhusukannya.
he em itulah indahnya kerukunan 🙂
Bener itu, mas 😀
owh ternyata di Jombang banyak juga ya umat Hindunya, baru tahu aku…
Komentator jenenge Alris kui rausah mbok anggep. Dee komen selalu nggateli. Gahahaha.
Btw, aku pertama delok ogoh ogoh ndik Semarang. Koyoke ndik Kediri yo enek Lid cuman aku gak ndelok. Males hahaha
Sebagai seleb aku kudu selow gak nggatekno wong nggateli hahaha…
Nang Kediri endi? Kota opo deso? Ramean di Medowo, Kandangan, Kediri. Sebab nang kono jek akeh umat Hindu. Karo Jombang luweh cedak, karo Nganjuk yo adoh makane males hahaha
Di malang juga sering tuh ada pawai ogoh2..:D
Ada 1000 umat lumayan banyak yaaa, semoga semua akur atar umat beragama
Perlu di lestarikan kesenian yg bermanfaat seperti ini
sampean jadi apa nih mas? Buto ijo, apa neh? hehe. tahun depan sekali2 jd yg digotong, hehe
wah… unik.
saya malah baru tau kalo salah satu daerah di jombang, ijin share yah? saya mau ngasih tau teman saya
Kirain pawai ogoh-ogoh gini cuman ada di Bali. ternyata di Jombang juga ada ya
Potensi yang menarik ini…sudah rutin selama 2 tahun ya…masuk agenda ah… 🙂
wah Jombang punya warga Hindu yang cukup banyak ya, mantap. Semoga saja rukun dan teteram selalu 🙂 Hidup Pancasila!
Sekalian mas mampir ke lamongan
Lumayan wisata-wisatanya, apalagi WBL
Sip dahhh
hehehe
di jombang ada juga umat hindu ya mas…wah pasti rame nih kayak karnaval gitu
Memang budaya di Indonesia begitu banyak, dan itu di mana-mana.
Budaya seperti ini jangan sampai hilang dan tetap terus ada, dan semoga umatnya terus rukun dan menjalankan ukhuwah yang tak pernah putus.
Cinta dunia dan akhirat.
Ayo kita usaha dan mencari ilmu dunia dan akhirat yang dapat manfaat bagi orang lain.
Semangat mas ali, artikel serta refensinya bagus2 mas.
Ini mas aku ada sedang menjalani usaha.
Boleh dikoreksi nih sama mas ali. “Usaha demi Masa Depan”
Sebagai blogger abal-abal, aku merasa amat tersanjung pernah ke Wonosalam dengan artis dan blogger paling HITS se-Jombang.
Btw, Ogoh-ogoh ini upacaranya agak-agak mirip dengan Sembahyang Hantu di Bangka. Dewanya digotong ramai-ramai terus dibakar. Itu doang sih kemiripannya. Tapi inti dari upacaranya sendiri jauh berbeda.
Aw aw aw…. btw sembahyang hantu di Bangka ritual etnis Tionghoa bukan?
Iya. Etnis Tionghoa, Lid.
Ini bagian dari tradisi jawa bukan kak? makasih
baca nggak sih?
*puk puk mas alid :D.. Sabar yaa, aku jg sering dpt pertanyaan yg ketahuan mereka ga baca bener ;p
ogoh2 ini ingetin aku ama perayaan guy fawkes di Inggris.. Boneka guy fawkes dibakar juga, lengkap ama kembang api yg meriah..
belum pernah ngeliat ogoh2 secara lgs mas.. aku sih penasaran ama reaksi anakku kalo ngeliat patung ogoh2 serem begitu 😀
Keseruannya udah kayak pawai ogoh-ogoh di Bali aja ya mas haha
btw ngehits di mana tuh mas? Perasaan ngga terkenal deh… hahaha kabur…
Duh kasian kamu nggak pernah tivi yaaa jadi nggak tahu aku
yang di bali awalnya dari jawa. ada eksodus manusia dan kebudayaan.
nice info
yup bener, Bali itu little Majapahit 🙂
owwhh wong nJombang tho Mas. Salam kenal, kunjungan balik. Ternyata blogger femes seantero nusantara haha *sungkem. Aku dulu sering ke Jombang, soale konco2 kuliah akeh sing teko Jombang, plus pasti lewat Jombang lek arep nang Nganjuk omahe Mbah *lah iki malah mbahas Jombang :)))
-deny-
Loalah Nganjuk tho? Mampir sini tak tak beliin rujak cingur wekekekekkee
wuhhh sampai ada yang terkilir kakinya mas mantap
terkilir kok mantap sih 🙁
Wah nice artikel , tulisannya bagus 😀
sampai orang terkilir aj di foto hahah
wah gak kalah keren ogoh-ogohnya dengan yang di bali
ternyata di jombang ada ogoh-ogoh juga ya… saya sebagai orang bali merasa bangga dan terharu… gak kalah sama bali, mantep juga ternyata di sana… itu bisa menjadi daya tarik wisatawan yang ingin berkunjung melihat tradisi dan budaya yang unik dan berbeda.
Wah..di Jombang juga ada toh. Saya pikir cuma di Bali dan Lombok saja. Saya pertama kali lihat pawai ogoh-ogoh ini tahun 2012 di Lombok. Agak kaget sih, soalnya kan sebelum-sebelumnya pas tinggal di Makassar gak pernah tuh lihat ginian 😀
Kayaknya di beberapa kota di Indonesia juga ada deh, di Palembang misalnya 🙂
hampir tiap tahun nonton pawai ogoh ogoh di lombok.
tahun tahun terakhir ini bentuk ogoh ogoh di lombok mengikuti perkembangan jaman, misalkan aja ogoh ogoh lagi pegang tongsis alias selfie, heuheuheu
terbukti indonesia kaya akan budaya, kita harus melestarikannya, jangan sampai nanti diklaim lagi punya negara tetangga.
wah, ternyata di jombang ada budaya yang unik semoga tetap dilestarikan untuk menjaga kekayaan budaya indonesia
Di Jayapura juga kemarin ada pawai ogoh2 yang dipusatkan di pusat kota, deket banget sama kantor.
Keren sih ritualnya.
Apalagi gak kebayang buat ogoh2nya ribet banget pasti. Tapi hebatnya hasilnya selalu keren, bahkan kadang suka serem sendiri lihatnya. Hahaha.
Kamu gak ikutan mangguh ogol2? Lumayan kan diet, wkwkkww